Language Thu, 09 Oct 2025, Malta

Wilasita (1)

Sat, 13 Nov 2021, 10:39:00, 1617 View Administrator, Category : Reflection Series

Reflection Series

Salam kasih,
   
Wilasita adalah musuh bagi seorang pemedang. Bahkan merupakan musuh berat bagi seorang pemedang. Ia tinggal tidak jauh dari diri kita, karena ia berada di dalam diri kita, telah merupakan bagian dari diri kita dan ia juga sering merupakan perwakilan dari diri kita sendiri. Orang-orang akan mengenali kita dari perwakilan yang bernama wilasita tersebut. Wilasita artinya kecenderungan untuk berleha-leha, kecenderungan menikmati, kecenderungan menjadi penikmat. Kecenderungan menjadi penikmat ada pada setiap diri kita. Ada yang kasar dan ada yang halus. Penikmat kasar dan penikmat halus. Namun yang lebih banyak dan mudah dikenali oleh orang-orang pada umumnya adalah penikmat kasar dan seringkali menjadi cemohan banyak orang.  Sedangkan penikmat halus, ia agak susah untuk dikenali dan sebaliknya ia kadang menjadi alasan orang tersebut untuk dihormati.

Penikmat kasar misalnya, orang ingin sepanjang hidupnya untuk menikmati hal-hal dalam hubungannya dengan makan-minum, berpakaian dan hiburan-hiburan lainnya. Untuk jenis kasar ini dapat kita kelompokkan menjadi tiga bagian, yang disebutkan dalam sastra sanskerta sebagai; Lidah, Perut dan Kemaluan. Apa pun yang masuk atau menyentuh ketiga bagian itu..., akan memberikan kesenangan/kenikmatan pada orang yang bersangkutan. Sebaliknya apa pun yang keluar dari tiga bagian tubuh itu, juga akan memberikan kenikmatan kepada orang yang bersangkutan.

Mari kita lihat musuh yang pertama, yaitu lidah.... Si penikmat lidah ini akan selalu ingin menikmati makanan minuman yang enak-enak. Apabila orang kurang awas dalam mengekang kendali untuk urusan lidah ini, maka ia akan menjadi budak si lidah, yang terdapat dalam makan dan minum (termasuk rokok cerutu dan perangsang lainnya....).

Orang punya uang (bekerja), orang punya teman, orang punya boss, orang punya anak buah..., semua akan diarahkan untuk pemuasan lidah tersebut. Bagi yang bersangkutan, pemuasan lidah adalah tujuan utama hidupnya. Kemudian..., kapan ia berdahak, berludah, gosok gigi dll, maka ia akan merasakan kenikmatan yang sama pula.

Sekarang kita lihat musuh yang kedua, yaitu perut. Sang perut akan menuntut untuk terus diisi. Pokoknya diisi..., entah enak atau tidak enak,  pokoknya ia minta diisi. Bagi orang yang kurang kontrol, maka hal ini juga akan menjadikan ia sebagai budak sang perut. Ingat..., menjadi budak sang perut, berarti anda tidak bisa meditasi. Anda gagal..., dan anda ditolak dalam medang. Orang akan terbantu dalam medang, ketika ia berada pada makan minum yang sedang-sedang, alias cukup, alias tidak berlebihan ataupun kekurangan. Ingat sistem makan sattwika-guna adalah mitahara. Lalu, kapan sang perut mengeluarkan isinya, maka ia juga akan memberikan kepuasan/kenikmatan tersendiri. 

Begitu pula halnya dengan musuh yang ketiga yaitu kemaluan. Segala sesuatu yang masuk atau menyentuh si kemaluan ini akan memberikan rasa nikmat. Dan sayangnya, kenikmatan ini tidak akan ada batasnya. Begitu pula, apa yang keluar darinya..., itu juga akan memberikan kenikmatan. Nah..., kalau seseorang kurang kontrol, maka ia akan menjadi budak dari kemaluan. 

Lidah, perut dan kemaluan itulah yang memaksa orang menjadi terpuruk ke jalan yang tidak kenal malu, membawa orang menuju ke arah jalan keruntuhan/kehancuran spiritual. Dan ketiga dorongan tersebut  merupakan wakil atau titik awal dari dorongan-dorongan, atau kecenderungan-kecenderungan lainnya yang berjumlah ribuan.

Untuk memudahkan pengontrolan, maka seorang pemedang sebaiknya memantapkan konsentrasi secara berkesinambungan pada tiga dorongan tersebut. Karena hanya dengan pengontrolan yang ketat dan teliti pada ketiga bagian tersebut sajalah, maka orang akan lebih mudah mengontrol dorongan-dorongan negatif lainnya. Bahkan banyak yang terjadi dengan sendirinya, bahwa kemudian kecenderungan-kecenderungan negatif lainnya akan terkontrol dengan sendirinya. Ia akan menjadi tenang dengan sendirinya. Dan dalam hal ini kita perlu tergantung atau menyerahkan diri hanya satu saja, yaitu pada kaki padma sang Maha Guru, sang Guru Sejati, Tuhan YME. Dengan demikian kita pasti aman.

Ketika seorang anak yang tidak memiliki kemampuan apapun, lalu ia menyerahkan dirinya secara total/penuh kepada bapak atau ibunya, maka ia tidak akan memiliki kecemasan apapun lagi, karena ia telah menyerahkan diri sepenuhnya. Maka selanjutnya yang perlu ia lakukan hanya  tinggal rileks-rileks saja. Yang akan pusing dan menjadi repot adalah bapak dan ibunya.

Begitu pula, apabila kita menyerahkan diri secara total/sepenuhnya pada Tuhan YME, maka kitapun tinggal tenang-tenang saja. Yang pusing dan repot adalah Tuhan sendiri. Namun bagi Tuhan, hal seperti itu sama sekali tidak ada artinya. Beliau bisa melakukan apa saja dalam sekejap. Beliau tidak kesulitan oleh apa pun dan kapan pun.

Orang-orang yang dikuasai dan dikendalikan oleh salah satu dari tiga dorongan di atas, maka hidupnya tidak akan pernah menjadi tenang. Ia bagaikan riak-riak ombak di danau yang terganggu oleh jatuhnya bebatuan. Tetapi, kalau ia terganggu, kalau ia diperbudak, kalau ia dikendalikan oleh dua atau bahkan ketiga dorongan tersebut, maka ia akan mengalami kesulitan berat. Dia akan kehilangan identitasnya sama sekali. Hidupnya akan ambruk dan hancur lebur, bagaikan gelombang tinggi menghancurkan, yang diakibatkan oleh jatuhnya bom ke dalam sebuah danau tenang. Danau akan berubah menjadi ganas dan galak, serta menghancurkan apa saja yang dekat dengannya.

Dengan demikian, adalah merupakan kewajiban pribadi bagi seorang pemedang untuk selalu berusaha mengawasi ketiga dorongan ini. Yaitu dorongan lidah, perut dan kemaluan. Mengingat ketiganya merupakan tuntutan alami atau tuntutan biologis, maka kiranya kita perlu menerima kehadirannya sebagai hal yang sangat normal. Namun, kapan kita terseret dan diperbudak ke dalam arus dorongannya, maka saat itulah ia berubah menjadi tidak normal lagi. Di sanalah kita perlu mengadakan suatu usaha pengontrolan secara ketat, harus dilakukan pengontrolan dengan tekad indah, yaitu kita ingin diselamatkan dari seretan ombak yang akan membinasakan segalanya. Bukan hanya menghancurkan diri kita sendiri, melainkan sanak keluarga atau bahkan masyarakat sekitar kita juga akan ikut hancur.

Jadi, segala yang didapat lewat lidah, perut dan kemaluan. Juga segala yang dikeluarkan lewat lidah, perut dan kemaluan, semua itu akan memberikan kenikmatan kepada kita. Dan itulah ciri kenikmatan duniawi. Orang minum air dll merasa nikmat luar biasa. Begitu pula ketika orang sedang buang air kecil..., ia akan merasa sangat puas..., merasa nikmat... Kasarnya, dapat disampaikan disini bahwa, seorang pe medang akan membebaskan diri dari kenikmatan yang remeh-temeh tersebut, yaitu kenikmatan makan dan buang air besar. 

Sriguru,
(Darmayasa)
DIVINE LOVE/03 02 06



Sat, 06 Jul 2024 Tidur Bersama Tuhan


Ada 1 Komentar
Comments