Menjadi Layak Di Kaki Guru Sejati (I)
Sat, 04 Nov 2023, 04:57:59, 1126 View Administrator, Category : Reflection Series
Reflection Series
Salam Kasih,
Hal penting yang patut kita sadari dan garis bawahi didalam meniti jalan spiritual adalah usaha sungguh-sungguh untuk menjaga ketetapan sembahyang atau meditasi pada Tuhan YME. Dalam hal ini, seorang pe-Meditasi Angka dianjurkan untuk menghindari terlalu berpatokan pada: Apakah konsentrasi kita sudah bagus ataukah tidak? Sebaliknya ia akan tetap melaksanakan meditasinya sehari-hari sebagai sebuah kewajiban spiritual.
Dari pihak kita yang diperlukan adalah melakukan kewajiban dengan patuh…. Hanya itu. Sedangkan dari pihak Tuhan, serahkan sepenuhnya pada-NYA. Beliau melihat sembahyang kita ataukah tidak, itu urusan Beliau. Kita tidak akan pernah berhak memaksakan keinginan agar Tuhan memenuhi segala keinginan kita. Dalam segala keterbatasan, kita tidak akan pernah tahu mana hal yang benar atau salah, yang bagus atau tidak bagus, mana spiritual atau yang tidak spiritual, dan lain-lainnya.
Maka dari itulah, kita pasrahkan saja semua pada-NYA. Keadilan sepenuhnya ada di tangan-NYA. Keputusan sepenuhnya ada ditangan-NYA. Beliau Maha Tahu dan Maha Pengasih. Beliau pasti akan menghadiahkan hal yang terbaik kepada kita dan tidak akan sama sekali memberikan berkah sesuatu yang menjatuhkan kita, atau sesuatu berkah yang memang bukan hak kita. Oleh karena itu, kita boleh terus menyimpan keinginan apa pun dan boleh menyampaikan permohonan keinginan apa pun kepada-NYA, karena Beliau adalah Bapak, Ibu, Saudara, sekaligus juga Kawan Terbaik bagi kita semua. Tetapi, sambil menyampaikan segala jenis keinginan tersebut, kita harus tetap menyimpan suatu kepastian, bahwa kehendak-NYA lah yang harus terjadi. Bahwa keputusan-NYA lah yang harus terjadi.
Ketika kita telah berhasil memiliki kepasrahan seperti itu, maka sembahyang atau meditasi kita semuanya akan sampai di Kaki Padma Sang Guru Sejati, Tuhan YME.
Namun, apabila kita memaksakan kehendak, bahwa keinginan yang kita sampaikan kepada Tuhan harus terpenuhi, alias kita memaksa Tuhan untuk memenuhi keinginan kita, maka ia bukanlah sembahyang, bukanlah bhakti, bukanlah meditasi, melainkan sebuah “ancaman” untuk Tuhan.
Untuk itulah, jika kita mengikuti meditasi angka dengan baik, maka itu berarti kita tidak akan melakukan pemaksaan seperti itu kepada beliau yang maha agung, yang maha pengasih dan penyayang. Sebaliknya kita hanya akan meynyampaiakan pelayanan bhakti kita kepada-nya.
Apabila kita telah melakukan pelayanan bhakti kepada-nya dengan tulus dan tanpa motif-motif (baca: pemaksaan) dalam bentuk apa pun, maka bentuk sembahyang, meditasi, pelayanan , ataupun bhakti kita tersebut akan mencapai “namanya”. Artinya, kita hendaknya berusaha tetap dapat melakukan hal-hal yang benar dan murni. Kalau tidak, maka kita akan merubah nama sembahyang, meditasi atau pelayanan bhakti yang kita lakukan menjadi suatu aktivitas lain, yang menjauh dari jalan bhakti.
Usahakanlah agar kita mendapatkan kesadaran indah bahwa apa yang kita dapatkan saat ini adalah yang terbaik untuk kita. Kita harus menyadari bahwa diri kita sangat jauh…, sangaaaat jauh dari kesadaran indah spiritual. Oleh karena itu, maka kita perlu setiap saat meneliti kesadaran kita dengan pasti: “Pada tingkat kesadaran manakah aku sedang berada...?!
Hal itu sangat penting sekali untuk diperhatikan agar jangan sampai kita menuduh Tuhan yang bukan-bukan dan aneh-aneh, padahal kita sendirilah yang sebenarnya tidak beres. Ternyata kita sendirilah yang belum bersedia membawa kesadaran kita pada kesadaran indah spiritual yang penuh kedamaian.
Yang menjadikannya tidak beres adalah, karena kita belum mengerti dan belum memenuhi peraturan sembahyang, meditasi atau pelayanan bhakti dengan baik sebagaimana seharusnya. Kita masih melakukannya dalam bentuk penampakan luar saja, dan itu pun kita masih melakukan agar dilihat oleh orang lain, demi dikatakan orang baik, demi kita dikatakan agamawan, demi dikatakan spiritualis dan lain-lain.
Perlu kiranya dicatat bahwa, tidak ada orang yang akan “jadi” atau berhasil dalam hal apapun tanpa mendapatkan cobaan-cobaan dalam perjalanannya. Bisa dikatakan bahwa orang yang tidak mendapat cobaan adalah orang yang kurang beruntung dalam hidupnya, karena dia tidak mendapatkan kesempatan untuk dibentuk oleh Yang Maha Esa. Sekarang masalahnya apakah kita merasa mampu menghadapi masalah itu sendirian atau kita akan menghadapi masalah tersebut bersama Guru/Tuhan?
Nah kesadaran seperti itu hendaknya setiap saat kita teliti, teliti dan terus teliti, demi kita berbahagia karena telah di izinkan memiliki kesadaran indah spiritual. Semakin kita mendekatkan kesadaran kita kepada kesadaran indah spiritual, maka semakin memungkinkan diri kita untuk dapat "nyambung" dengan-NYA.
Namun, sampai kapan? Atau berapa lama? Waktu yang diperlukan agar kita tidak terus-terusan berada dalam keberpura-puraan, dalam sembahyang berpura-pura karena hanya ingin dilihat orang lain sedang sembahyang, berpura-pura dalam meditasi karena ingin dilihat sebagai seorang spiritualis, dan lain-lain. Keberhasilan ditentukan oleh sejauh mana ketulusan kita dalam melaksanakan bhakti, sembahyang, meditasi, atau apa pun yg diistilahkan untuk itu. Ketulusan adalah modal dasar yang akan sangat menentukan keberhasilan, yang akan membawa kesadaran kita kepada kesadaran indah spiritual.
Selain hal tersebut diatas, yang tidak kalah pentingnya adalah, adanya usaha untuk memenuhi aturan peraturan spiritual yang diperlukan, yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan sembahyang, meditasi ataupun pelayanan bhakti lainnya. Hal yang perlu diingat adalah bahwa, kita tidak mendatangkan diri kita kepada "nang dobler" atau sekadar "arca Tuhan", melainkan kita mendekatkan diri kita kepada suatu kekuatan spiritual maha maha luar biasa. Suatu kekuatan tertinggi, terhalus, ter-spiritual yang merupakan asal muasal seluruh ciptaan ini, dan yang akhirnya akan dituju oleh seluruh ciptaan ini, sangkan paraning dumadi.
Sriguru...
(Darmayasa)
DIVINE LOVE/070406


